KITA HARUS BICARA
TENTANG PAPUA

Setelah mengunjungi laman ini: teruslah belajar, mendengar, dan memberikan wadah untuk suara orang-orang Papua. Isu ini tidak akan hilang meskipun tagar tidak berada di laman tren lagi.

Selalu diperbarui. Pembaruan terakhir: Jum 3 Jul 21.42 WIB

SELEBIHNYA

Your guide to Papuan stories, ideas, culture, and politics.

Situs berita dan informasi seputar tanah Papua.

Portal berita Tanah Papua.

Online resource for West Papuan political prisoners.

Kampanye untuk hak asasi manusia, perdamaian, dan demokrasi di Indonesia (berbasis di Inggris).


Jika ada informasi, pranala donasi, atau petisi lainnya yang belum ada dalam laman ini, bisa dikirimkan ke [email protected].

Tolong informasikan kami segera jika ada informasi yang kurang tepat! Terima kasih.

Tim Kudeta mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada relawan penerjemah yang membantu kami merealisasikan carrd ini: untuk Nabila, Ratih C., Ishtar, Bageur, dan semua yang sudah mengajukan diri untuk membantu. Kami berhutang budi kepada kalian.

APA YANG TERJADI?

URUTAN KEJADIAN

PENTING: Kami sudah diberitahu bahwa beberapa peristiwa penting seperti Operasi Koteka, Operasi Tumpas, dan Operasi Sapu Bersih belum dimasukkan dalam segmen ini. Terima kasih banyak untuk masukannya! Segmen ini sedang diperbarui secara berkelanjutan. Tolong diingat saat membaca!

TRIGGER WARNING: kekerasan, kekejaman polisi & militer, kematian, kekerasan seksual

1898–1998

1898
Papua Barat masih berada di bawah pendudukan pemerintah kolonial Belanda. Nama yang dikenal saat itu adalah Nugini Belanda.
1945
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari pendudukan Jepang, namun pemerintah Belanda belum mengakui kedaulatan Indonesia.
1949
Di tahun ini, Indonesia akhirnya memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda. Walaupun Indonesia mengklaim Nugini Belanda sebagai bagian dari wilayahnya, Belanda tetap menganggapnya bagian dari koloni mereka. Pemerintah Belanda menganggap bahwa Nugini Belanda secara geografis, budaya, dan etnis berbeda dari Indonesia. Anggapan tersebut adalah landasan persiapan kemerdekaan Papua Barat pada tahun 1950-an walaupun ada klaim dari Indonesia.
1961
Masyarakat Papua Barat mendeklarasikan kemerdekaan mereka dalam Kongres yang mereka adakan, di mana mereka mengibarkan bendera baru mereka—Bendera Bintang Kejora
1962–63
PERJANJIAN NEW YORK: Pemerintah Indonesia mencari bantuan dari Uni Soviet. Amerika Serikat juga mendorong Belanda dan para sekutunya untuk menyerahkan Papua Barat kepada Indonesia. Pemerintah Belanda kemudian menyerahkan kendali wilayah Papua kepada PBB di bawah Perjanjian New York pada bulan Agustus. Pada Mei 1963, PBB secara de facto memindahtangankan kuasa kepada pemerintah Indonesia dengan syarat bahwa akan diadakan referendum pada tahun 1969 untuk menentukan masa depan status politik Papua Barat.
1963
Masyarakat Papua Barat mendirikan OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang bertujuan menyelaraskan usaha dan agenda politik mereka untuk memperoleh kembali kemerdekaan dan kedaulatan dari Indonesia.
1967
Indonesia menjual hak penambangan di Papua kepada Freeport, dimana hak tersebut berlaku untuk 30 tahun seterusnya. Pemerintah Indonesia tidak membuka dialog apapun dengan rakyat Papua dalam pengambilan keputusan ini.
1969
Pada bulan Juli dan Agustus, Jenderal Sarwo Edhi Wibowo atas nama pemerintah Indonesia menerapkan PEPERA dengan memilih 1025 orang dari 800 ribu penduduk Papua untuk melakukan pemungutan suara. Pemungutan suara dilaksanakan dengan ancaman kekerasan berupa pengrusakan desa apabila para pemilih menggunakan suaranya untuk memilih kemerdekaan dari Indonesia. Alhasil, Papua secara resmi menjadi provinsi Indonesia di bawah nama Irian Jaya. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai "Aksi Tanpa Pilihan" (Act of No Choice).
1970
Perlawanan terhadap pendudukan Indonesia dimulai lewat gerilya-gerilya yang dilakukan oleh OPM. Mereka melakukan beberapa penyerangan terhadap pasukan militer Indonesia yang didukung oleh Barat, serta terhadap perusahaan-perusahaan asing yang mengeruk lahan dan sumber daya Papua.
1998
Pada bulan Mei, Soeharto mengundurkan diri setelah menduduki posisi presiden Indonesia selama 32 tahun.Pada bulan Juli, aktivis Filep Karma memimpin upacara untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora di sebuah menara kecil di dekat pelabuhan Pulau Biak. Setelah mengibarkan bendera selama empat hari, pasukan gabungan dari Brimob dan militer menembak 200 orang yang menjaga bendera tersebut. Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), penyerangan ini mengakibatkan kematian setidaknya 40 orang. Selain itu, banyak individu yang ditahan mendapatkan perlakuan yang buruk.19 orang terdakwa dan dijatuhi hukuman dengan KUHP pasal 106 (yang juga dikenal sebagai “pasal makar”. Karma kemudian dibebaskan pada bulan November 2015 setelah lebih dari satu dekade dalam penjara.

1998–2010

2000
Pada tanggal 1 Januari, Presiden Abdurrahman Wahid mengganti nama resmi daerah tersebut dari Irian Jaya menjadi Papua. Beliau juga mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora, walaupun letaknya harus di bawah bendera nasional.Kongres besar dengan perwakilan dari beragam suku di Papua diadakan dan bendera Bintang Kejora dikibarkan kembali.Dewan Presidium Papua (DPP) yang baru saja didirikan kembali naik ke tampuk kekuasaan untuk mendapatkan perhatian dunia mengenai Kemerdekaan Papua Barat.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meresmikan Undang-Undang no.21 tahun 2001 mengenai otonomi istimewa untuk Provinsi Papua. Undang-undang tersebut memberikan otonomi kepada pemerintah lokal Papua untuk mengelola urusan mereka sendiri dan meningkatkan alokasi pajak pendapatan, sementara urusan luar negeri, pertahanan dan kendali yudisial tetap berada pada pemerintah pusat.
2001
Korps Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian melakukan operasi keamanan di Wasior, Manokwari dari April hingga Oktober. Menurut Komnas HAM, lebih dari 140 orang ditangkap, disiksa dan diperlakukan dengan tidak baik. Satu orang meninggal dalam pengawasan karena penyiksaan dan tujuh orang lainnya dipercaya telah dieksekusi di luar hukum.Theys Hiyo Eluay, aktivis mandiri terkemuka di Papua, dibunuh oleh anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Jayapura pada tanggal 10 November. Jenazahnya kemudian ditemukan pada pagi keesokannya di Koya, dekat perbatasan dengan Papua Nugini.
2003
Sebuah pengadilan militer di Surabaya menghukum tujuh anggota Kopassus untuk pembunuhan dan dikenakan hukuman penjara selama dua hingga tiga setengah tahun. Salah satu dari anggota yang dihukum kemudian ditunjuk oleh Kepala Pasukan Militer untuk menjadi Kepala Badan Intelijen Strategis Militer (BAIS TNI) pada tahun 2016.Pada bulan April, anggota pasukan militer melakukan razia pada beberapa desa di Wamena sebagai respon terhadap razia sebelumnya pada sebuah pos militer oleh kelompok tersangka pro-kemerdekaan bersenjata. Menurut Komnas HAM, sembilan warga sipil terbunuh, 38 disiksa, 15 secara sewenang-wenang ditangkap dan ribuan terlantar dari desa mereka menuju perkemahan pengungsi di mana 42 orang meninggal karena kelelahan dan kelaparan.Pada bulan November, provinsi Irian Barat (kemudian dinamakan Papua Barat) secara resmi memilih gubernur pertamanya berdasarkan Undang-Undang no.45 tahun 1999 mengenai Pembentukan Provinsi Irian Barat. Regulasi tersebut kemudian membagi Papua menjadi dua provinsi, Papua Barat dan Papua.)
2004
Pada bulan September, Komnas HAM menyerahkan laporan penyelidikan kepada kantor Jaksa Agung yang menyebutkan bukti awal yang menunjukan kejahatan yang tidak manusiawi, termasuk di antaranya penyiksaan dalam dua insiden terpisah di Papua: di Wasior pada bulan Juni 2001 dan di Wamena pada bulan 2003.
2008
KNPB (Komite Nasional Papua Barat) dibentuk. Mereka memandu aksi unjuk rasa menuntut kemerdekaan di keseluruhan Papua Barat.

2010–2015

2011
Pertemuan sipil "Kongres Rakyat Papua III" yang membahas isu pemerintahan yang berdaulat diserang dengan bengis oleh pasukan Indonesia, membunuh enam orang dan melukai puluhan.PENEMBAKAN PEKERJA FREEPORT DI TIMIKA:Di Timika, sekitar 8000 pekerja PT Freeport Indonesia melakukan aksi mogok kerja panjang. Freeport merupakan salah satu perusahaan penambangan emas dan tembaga terbesar di dunia sekaligus pembayar pajak terbesar di Indonesia. Para pekerja melancarkan aksi mogok karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan demi penuntutan upah yang layak. Para pekerja Papua meminta untuk bertemu dengan tim manajemen untuk bernegosiasi, namun polisi justru melepaskan tembakan peringatan. Para pelaku unjuk rasa mulai melarikan diri namun lima dari mereka terkena tembakan. Di antaranya adalah Leo Wandagau (peluru karet, meninggal lima hari kemudian) dan Petrus Ayamiseba (amunisi tajam di area dada).

Menurut laporan Komnas HAM, polisi mengklaim bahwa mereka hanya menggunakan peluru karet. Investigasi lebih lanjut mengenai pembunuhan tersebut belum dilakukan. Setelah kejadian tersebut, tim kantor pusat kepolisian nasional melakukan investigasi disipliner, dengan lima anggota polisi dikenakan penjara 21 hari. Serikat buruh pekerja dan perusahaan Freeport memberikan kompensasi masing-masing sebesar 150 juta rupiah kepada keluarga Leo Wandagau.

2012
Ketua KNPB Mako Tabuni dibunuh oleh polisi Indonesia dan anggota-anggotanya dikenakan hukuman penjara yang panjang (hingga 15 tahun) karena mengibarkan bendera Bintang Kejora.
2013
PEMBUNUHAN IRWAN WENDA:Pada 8 Agustus 2013, seorang pemuda Papua difabel berusia 21 tahun, Irwan Wenda, tengah berjalan menuju Pasar Wouma di dataran tinggi Wamena. Kedua kerabatnya meminta Irwan untuk kembali ke rumah, tetapi Irwan menolak. Sempat beradu argumen dengan seorang polisi yang sedang tidak bertugas, Irwan Wenda memukul polisi tersebut dengan menggunakan tebu yang sebelumnya ia gunakan untuk memukuli jendela-jendela di pertokoan sepanjang jalan utama. Polisi tersebut lekas masuk ke dalam kediamannya dan kembali membawa senapan. Sang polisi membalas dengan mengambil menembak Irwan dengan pistol beberapa kali, melukai lengan kiri, perut dan kepalanya yang kemudian menyebabkan Irwan meninggal dunia.

Polisi-polisi lain yang memang tengah bertugas kemudian membawa jasad Irwan ke Rumah Sakit terdekat sementara yang lain memyambangi keluarga Irwan sebagai saksi peristiwa penembakan ke Kantor Polisi Kecamatan Jayawijaya. Keluarga Irwan diinterogasi dan mereka mengalami kekerasan dan penyiksaan selama berada di kantor polisi. Mereka dilucuti pakaiannya, dipukuli selama proses interogasi berlangsung dan setelah satu jam, mereka dijebloskan ke penjara. Keluarga Irwan akhirnya bisa keluar setelah sanak saudara mereka berunjuk rasa di depan kantor polisi.

Dua hari setelah peristiwa penembakan, perwakilan kepolisian mengundang keluarga Irwan Wenda untuk mediasi. Pihak kepolisian dan keluarga mencapai kesepakatan agar pihak kepolisian membayar biaya sebesar 600 juta rupiah sebagai denda sesuai dengan Hukum Adat Papua. Kapolsek juga menjanjikan agar sang pelaku ditindak dan dimintai pertanggungjawaban. Meskipun begitu, sampai sekarang belum ada penyelidikan kriminal maupun proses hukum yang berlangsung untuk kasus ini.

2014
PENEMBAKAN PANAI:Ratusan pelaku unjuk rasa Papua berkumpul di markas besar militer dan polisi lokal di Enarotali, Paniai, sebagai bentuk respon dari TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang diduga memukul 11 anak-anak Papua sehari sebelumnya. Saat pelaku unjuk rasa mulai melempar potongan batu dan kayu ke arah bangunan, petugas keamanan mulai melakukan tembakan, membunuh empat orang dan melukai setidaknya 11 orang lainnya. Beberapa minggu kemudian, Joko Widodo, yang baru terpilih sebagai presiden Indonesia, berjanji di depan umum bahwa ia berkomitmen untuk membawa keadilan untuk pembunuhan tersebut.
PEMBUNUHAN DI PASAR YOUTEFA:Pada 2 Juli, kerusuhan pecah di Pasar Youtefa Abepura setelah seorang petugas kepolisian dibunuh dan senjata apinya dicuri oleh orang yang tak diketahui. Salah seorang petugas lain juga terluka setelah ia berusaha menghentikan judi dadu. Pada hari yang sama, kepolisian menjalankan razia area sekeliling pasar, termasuk asrama kelompok etnis Pegunungan Tengah yang dicurigai telah membunuh petugas polisi tersebut. Selama razia, polisi mengajak kelompok etnis lain dari Sulawesi Selatan untuk membantu. KPKC Sinode GKI melaporkan bahwa orang-orang non-Papua ini menghajar, menendang, bahkan memukul orang-orang Papua yang tak bisa melarikan diri. Setelah operasi tersebut, tiga laki-laki Papua ditemukan tewas di sekitaran pasar. Sabusek Kabak, seorang mahasiswa, ditemukan tewas di depan Papua Bank dengan luka di pelipis kiri dan luka tusukan. Yeniaw Wanimbo ditemukan di depan Kampus Yamas dengan luka-luka akibat benda tajam. Demy Kepno ditemukan dengan luka lebam di wajahnya dan beberapa luka tembakan.

"Saya ingin kasus ini diselesaikan sesegera mungkin sehingga ini takkan terjadi lagi di masa depan. Kita benar-benar ingin Papua menjadi tanah yang damai." - Presiden Joko Widodo, berpidato atas dugaan pembunuhan terhadap pendemo di Paniai, Papua, pada Desember 2014.

2015–saat ini

2015
Pada bulan Mei, presiden mencabut pembatasan bagi jurnalis asing untuk mengunjungi Papua, meskipun sebenarnya mereka tetap butuh izin khusus dan berada dalam pengawasan konstan. Pada bulan yang sama, presiden memberikan grasi bagi lima aktivis politik (atau tahanan politik) Papua dan berjanji untuk memberikan amnesti kepada yang lain.Pada tanggal 30 Oktober di Merauke, petugas polisi menembak mati tersangka, Emerikus Konakaimu Konakem, saat berusaha menangkap dirinya. Emerikus dan temannya diduga di bawah pengaruh alkohol dan menghentikan motor di pinggir jalan dan dengan kasar mencuri motor tersebut. Kemudian hari tersebut, polisi mencari Emerikus dan temannya tanpa mengetahui bahwa mereka sudah mengembalikan motor tersebut kepada para pemiliknya. Keduanya melarikan diri dan polisi menembak Emerikus di kedua pahanya. Ia kemudian meninggal dunia di rumah sakit karena kehilangan darah. Belum ada investigasi publik, walaupun Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Merauke menjanjikan adanya investigasi internal.PENEMBAKAN DI KOPERAKOA:Pada tanggal 28 Agustus, pukul 01:33 pagi, dua petugas militer yang mabuk, Makher Rehatta dan Imanuel Imbiri memasuki sebuah gereja di Koperapoka, Mimika Baru, tempat di mana sebuah perayaan tradisional sedang dilaksanakan. Saat dua tentara tersebut berusaha untuk membubarkan kerumunan dengan caci makian, massa tersebut mengelilingi dan memukuli dua tentara tersebut. Para tentara tersebut mulai mengancam kerumunan tersebut dengan bayonet. Selama pergumulan, Ashar, tentara lainnya dari pos militer terdekat, diberitahu oleh warga lokal mengenai konflik yang terjadi dan berusaha untuk membantu. Tetapi saat ia tiba, ia dipukul oleh kerumunan dan memutuskan untuk menembak langsung ke arah mereka. Di tengah kekacauan, Makher berhasil untuk kabut dari kerumunan dan pergi menuju pol militer terdekat di mana ia mengambil senapan. Ia kemudian kembali ke gereja ditemani oleh tentara lain, Gregonus Bernadus dan sewenang-wenang menembak ke arah kerumunan. Penembakan tersebut menyebabkan kematian dua pria Papua: Yulianus Okaore, yang meninggal karena tembakan di belakang kepalanya, dan Imanuel Mailmur, yang meninggal karena luka tembakan di bagian perutnya. Setelah Angkatan Darat menginvestigasi kasus tersebut di bawah pengadilan militer, tentara yang terlibat, Ashar dan Makher Rehatta dihukum dengan pemecatan dan vonis tujuh tahun penjara, sedangkan Gregonus Bernandus dan Imanuel Imbiri dihukum satu tahun penjara tanpa pemecatan.

2016
Sebuah pertemuan diselenggarakan di gedung parlemen Inggris di Westminster, di mana pemimpin-pemimpin Papua Barat dan pemimpin lainnya dari negara Pasifik berkumpul bersama dan memberikan dukungan bagi rakyat Papua Barat dan kemerdekaannya.
2017
Richard Di Natale, senat Dewan Perwakilan Australia yang mendukung perjuangan Papua untuk memperoleh kebebasan, secara publik mengutuk kekerasan HAM yang terjadi di Papua Barat di bawah kuasa Indonesia.Aktivis pro-kemerdekaan mengibarkan bendera Bintang Kejora di atap Konsulat Jenderal Indonesia di Australia negara bagian Victoria. Hal ini memprovokasi menteri luar negeri Indonesia, Retno Marsudi, yang menyebabkan hubungan Australia-Indonesia menjadi renggang.PENEMBAKAN DESA ONEIBO:Pada 1 Agustus, konflik meletus di kamp perusahaan konstruksi di Oneibo, Deiya ketika para pekerja dilaporkan menolak meminjamkan mobil untuk mengangkut pemuda Papua yang kritis karena tenggelam ke rumah sakit, yang kemudian menyebabkan kematiannya. Sebagai bentuk protes, puluhan warga desa masuk ke kamp perusahaan dan menghancurkan tenda. Polisi tiba bersama anggota Brimob yang memprovokasi pendemo untuk melemparkan batu kepada mereka. Merespons aksi ini, polisi melepaskan tembakan tanpa peringatan ke arah kerumunan. Sedikitnya sebelas orang menderita luka tembak. Salah satu yang terluka adalah Yulianus Pigai, tertembak di paha dan perut dan kemudian meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit terdekat. Juru bicara Kepolisian Daerah Papua menyatakan bahwa polisi telah mematuhi peraturan yang ada dan hanya menggunakan peluru karet, dan memberi tembakan peringatan. Meski begitu, setelah investigasi, disebutkan bahwa pada 11 Agustus petugas kepolisian melanggar prosedur standar dalam menangani kerusuhan massa.

2018
Pada pagi tanggal 25 Juni, KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata) yang dipimpin oleh Egianus Kogoya menembak pesawat Twin Otter Trigana Air yang digunakan Brimob Polri saat di Bandara Kenyam, Nduga. Anggota Brimob ditugaskan untuk memperkuat keamanan selama pemilihan daerah. Menanggapi serangan tersebut, pasukan gabungan TNI-Polri melancarkan tembakan. Dilaporkan tiga warga sipil tewas dan dua luka-luka karena tembakan KKSB. Salah satu korban luka-luka tersebut adalah pilot pesawat yang disebut sebelumnya, Ahmad Abdillah Kamil.PENYANDERAAN DI KABUPATEN MAPENDUMA: Pada 3 - 17 Oktober, seorang guru menjadi korban kekerasan seksual oleh KKSB yang dipimpin Kogoya ketika kelompok tersebut menyandera 15 guru dan anggota medis di kabupaten Mapenduma, Nduga. Guru tersebut, MT, merupakan guru sekolah dasar senior dan memiliki ikatan yang sangat lekat dengan masyarakat sekitarnya. KKSB menyandera orang-orang tersebut karena menganggap mereka anggota militer atau polisi. MT dievakuasi ke rumah sakit di Jayapura dan polisi membentuk tim untuk menahan KKSB.PEMBUNUHAN DI PUNCAK KABO, NDUGA:Pada 1 Desember, karyawan PT Istaka Karya memutuskan untuk mogok kerja dan melakukan upacara memperingati "Hari Kemerdekaan" KKSB di Papua. KKSB yang dipimpin Kogoya tiba di kamp PT Istaka Karya dan memaksa 25 karyawan untuk mengikuti mereka. Mereka membawa semua karyawan tersebut ke Sungai Karunggame bersama dengan sekitar 50 anggota KKSB. KKSB mempersenjatai diri dengan senjata standar militer.

Keesokan harinya, seluruh pekerja digiring berjalan kaki dengan tangan terikat menuju Bukit Kabo, di mana, di tengah perjalanan mereka dipaksa untuk berjongkok dalam formasi berbaris. Anggota KKSB menari dan berteriak lalu kemudian menembak para pekerja. Beberapa korban tewas di tempat sementara beberapa yang lain pura-pura tewas. KKSB meninggalkan para korban dan melanjutkan perjalanan ke puncak Bukit Kabo, dimana 11 pekerja yang pura-pura tewas tadi berusaha bangun dan melarikan diri. Anggota KKSB yang menyadari ini langsung mengejar mereka. Lima orang tertangkap dan dibunuh di tempat. Enam orang lainnya melarikan diri ke Mbuah. Empat orang selamat dan dibebaskan oleh anggota TNI di pos Batalion 755/Yalet di Mbuah sementara dua lainnya tak ditemukan.

Pada 3 Desember, pos yang digunakan untuk mengamankan korban selamat diserang oleh KKSB, dipersenjatai dengan senjata standar militer dan panah serta tombak. Seorang tentara, Serda Handoko, meninggal karena tertembak. Anggota pos tersebut balas menembak dan menyebabkan adu tembak yang berlangsung dari pukul 5:00 hingga 21:00. Pastor Wilhelmus Kogoya dari gereja di kabupaten Yigu melaporkan bahwa ada pembantaian pekerja jembatan dari PT Istaka Karya di sana. 24 orang ditembak mati. Berbekal laporan tersebut, TNI-Polri mengirim pasukan keamanan ke tempat penembakan terjadi.

Pada pagi tanggal 4 Desember, komandan pos memutuskan untuk memanggil bantuan. Saat itulah kemudian seorang tentara, Pratu Sugeng, tertembak di bahunya. Kemudian pukul 7 pagi di hari yang sama, pasukan gabungan TNI-Polri berhasil mengevakuasi 12 orang menggunakan helikopter militer (4 karyawan PT Istaka Karya, 6 petugas Puskesmas Mbua, dan 2 guru SMP Mbua). Di antara 4 orang karyawan PT Istaka Karya, 3 orang menderita luka tembak dan ditangani di Rumah Sakit Daerah Wamena.

2019
43 mahasiswa Papua di Surabaya ditahan karena dugaan melecehkan bendera Indonesia. Beberapa ormas, termasuk FPI dan Pemuda Pancasila dilaporkan hadir di lokasi kejadian dan menyerang para mahasiswa baik secara fisik maupun secara verbal melalui ejekan dan cemoohan.Pada Oktober, lebih dari 6000 aparat Indonesia disebarkan ke kota Manokwari, Jayapura, Fak-Fak, Sorong, dan Jakarta untuk menghentikan pawai kemerdekaan dan demonstrasi anti diskriminasi rasial. Demonstrasi diduga dipicu oleh orang Indonesia yang menghina mahasiswa Papua di kota Malang dan Surabaya. Peristiwa ini memicu pembakaran gedung-gedung pemerintahan di Papua Barat.Menanggapi kejadian ini, masyarakat Papua mulai melakukan protes di berbagai kota di Indonesia.Pemerintah Indonesia mengumumkan pemutusan internet total di beberapa wilayah Papua dan Papua Barat pada 22 Agustus demi “kepentingan [dan] kebaikan kita bersama” (mengutip Presiden Jokowi) tak lama setelah pecahnya kerusuhan di dua daerah tersebut, yang disebut menyebabkan kematian segenap orang. Pemblokiran internet ini berlangsung sampai awal September.
2020
Eden Armando Debari dan Ronny Wandik ditemukan tewas di lahan PT Freeport Indonesia, ditembak oleh petugas militer saat keduanya sedang memancing. Alasan penembakan masih diselidiki.Di tengah pandemi COVID-19, pemerintah provinsi mengambil kebijakan melarang penerbangan masuk ke Papua sejak 26 Maret dan mengisolasi tiga wilayah: Anim-Ha, Lapago, dan Meepago. Gubernur enggan menyebut langkah yang diambil sebagai 'lockdown', lebih memilih menyebutnya 'pembatasan sosial'.Puluhan tahanan Papua ditempatkan berdekatan satu sama lain walaupun sudah ada beberapa dari mereka yang berstatus positif COVID-19 di penjara yang sudah melebihi kapasitas. Sebagian besar tahanan yang terinfeksi tidak diisolasi maupun dibawa ke rumah sakit.Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada tanggal 3 Juni memutuskan bahwa pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat selama eskalasi ketegangan keamanan yang disebabkan oleh protes antirasisme merupakan tindakan pelanggaran hukum. Pemerintah telah melanggar Perpu No. 23 Tahun 1959 mengenai Penetapan Keadaan Bahaya dengan menerapkan pemadaman internet setelah gagal membuktikan bahwa Indonesia berada dalam keadaan darurat yang mengharuskan otoritas untuk memadamkan internet. Selain itu, pengadilan memutuskan bahwa kebijakan apapun yang membatasi hak untuk informasi harus dibuat berlandaskan hukum dan bukan oleh kewenangan pemerintah.Pada tanggal 17 Juni, Pengadilan Negeri Balikpapan menemukan 7 orang Papua melanggar pasal makar karena keikutsertaan mereka dalam protes anti-rasis di Jayapura pada tahun 2019. Ketujuh orang Papua yang dijatuhkan hukuman merupakan Buchtar Tabuni, eksekutif Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (divonis 11 bulan penjara); Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo dan mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Irwanus Uropmabin dan Hengki Hilapok (10 bulan); dan Agus Kossay dan Stevanus Itlay, anggota Komite Nasional Papua Barat (11 bulan). Para jaksa pada awalnya menuntut hukuman 5-17 tahun penjara, dan pengadilan ini diprotes oleh aktivis dan masyarakat secara luas.

MATERI BACAAN

Jika ingin mengetahui lebih dalam tentang isu yang terjadi di Papua, materi dibawah ini bisa membantumu.

SELEBIHNYA

VIDEO

ARTIKEL BERITA

BACAAN SELANJUTNYA

film

  • The Road To Home (2015)

  • Forgotten Bird of Paradise (2009)

  • West Papua – The Secret War in Asia (2007)

  • Punks for West Papua (2016)

  • Papua Merdeka (2002)

  • Act of No Choice (2019)

  • Run It Straight (2016)

  • Isolated (2013)

  • Mama Malind su Hilang (Our Land Has Gone)

  • Rebels of the Forgotten World (1991)

  • West Papua – A Journey to Freedom (2011)

  • Strange Birds In Paradise – A West Papuan Story (2010)

  • Everything can be burnt – West Papua in the Jokowi era (2016)

  • Blood on the Cross (1999)

  • The Biak Massacre (1998)

  • Jennifer Robinson & Benny Wenda – TEDx Sydney (2013)

  • Benny Wenda – Oslo Freedom Forum (2012)

buku

  • An Act of Free Choice – Decolonisation and the Right to Self-Determination in West Papua (Pieter Drooglever, 2009)

  • The United Nations and the Indonesian Takeover of West Papua (John Saltford, 2002)

  • Merdeka & the Morning Star: Civil Resistance in West Papua (Jason Macleod, 2015)

  • West Papua and Indonesia since Suharto (Peter King, 2004)

  • West Papua: The Obliteration of a People (Carmel Budiardjo and Liem Soei Liong, Tapol, 1988)

  • See No Evil: New Zealand’s betrayal of the people of West Papua (Maire Leadbeater, 2018)

  • Poisoned Arrows (George Monbiot, 1989/2003)

  • The Road: Uprising in West Papua John Martinkus (2020)

  • The Open Cage : Ordeal of the Irian Jaya Hostages (Daniel Start, 1997)

  • Freedom In Entangled Worlds (Eben Kirksey, 2012)

  • Papua Blood (Peter Bang, 2018)